Rabu, 17 April 2024 – 21:30 WIB
Jakarta – Pemerintah berencana segera merampungkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang perlindungan anak dari game online. Tujuannya, demi merespons maraknya tindak kriminalitas seperti kekerasan, pornografi, pelecehan seksual dan perundungan yang dilakukan anak-anak di bawah umur akibat pengaruh game online.
Baca Juga :
Kronologi Pembunuhan Ibu dan Anak di Palembang, Korban Dieksekusi dengan Blencong
“Progress-nya sudah harmonisasi antara kementerian, lembaga dan pemerintah daerah. Sehingga tugas dan fungsi serta kewenanganannya tidak timpang tindih. InsyaAllah tahun ini ditargetkan rampung,” kata Deputi Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA), Nahar saat dihubungi awak media, seperti dikutip Rabu, 17 April 2024.
Baca Juga :
Anak Ungkap Kondisi Terkini Tukul Arwana
Nahar menjelaskan, bermain game yang mengandung kekerasan berdampak sangat buruk pada perkembangan mental dan perilaku anak dan remaja. Menurut dia, pemerintah akan terus mengawasi konten atau game online yang mengandung kekerasan dan dapat mempengaruhi perilaku anak-anak.
“Pengaruhnya banyak dan sangat kompleks. Resiko yang dihadapi termasuk konten, perilaku, kontak fisik, perilaku konsumen. Konten-konten tidak sesuai dengan rating usia anak-anak harus diperketat dan diawasi. Sebab beresiko terhadap perkembangan perilaku yang dapat membahayakan dan mempengaruhi anak-anak,” jelas Nahar.
Baca Juga :
Kemenkes Ungkap Calon Dokter Spesialis Alami Depresi hingga Mau Bunuh Diri
Ketika ditanya soal kemungkinan rekomendasi pemblokiran terhadap game seperti freefire, Nahar mengatakan game tersebut pengaruhnya banyak dan sangat kompleks. Sebab konten yang tidak sesuai dengan rating usia anak-anak. harusnya diperketat dan diawasi.
“Resiko-resiko (game free fire) dari perkembangan perilaku yang dapat membahayakan dan mempengaruhi anak-anak,” tutur dia.
Menanggapi hal itu, Psikolog Stenny Prawitasari menilai, game berkonten kekerasan berisiko memengaruhi kesehatan mental dan emosional anak-anak.
“Game kekerasan yang intens, termasuk pertempuran dan penggunaan senjata berulang dapat membuat anak-anak menjadi desensitisasi terhadap kekerasan, di mana mereka mungkin menjadi kurang peka terhadap konsekuensi nyata dari tindakan kekerasan,” ujar Stenny.
Stenny mengungkap, beberapa penelitian menunjukkan korelasi antara bermain game dan peningkatan agresi pada anak-anak. Dalam lingkungan yang kompetitif seperti game bergenre battle royale, anak-anak lebih rentan terhadap perilaku agresif, seperti berkata kasar atau mengekspresikan kemarahan saat kalah dalam permainan.
“Ini juga dapat menyebabkan keterlambatan dalam perkembangan keterampilan sosial dan kemampuan berkomunikasi anak-anak,” tutur Stenny.
Stenny menegaskan, pemerintah perlu memberikan perhatian yang lebih serius terhadap permasalahan dampak game online pada anak-anak. Hal ini memerlukan upaya untuk memperketat regulasi dan aturan yang mengatur penggunaan game online, khususnya bagi kalangan anak-anak.
“Pentingnya regulasi bertujuan juga terhadap kesehatan mental dan emosional anak-anak. Pembatasan akses dan pengawasan terhadap konten game yang mengandung kekerasan dan tidak sesuai dengan usia anak perlu diperkuat untuk melindungi generasi mendatang dari potensi dampak negatif,” kata dia.
Halaman Selanjutnya
Menanggapi hal itu, Psikolog Stenny Prawitasari menilai, game berkonten kekerasan berisiko memengaruhi kesehatan mental dan emosional anak-anak.