Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku: Catatan Kepemimpinan Militer dari Pengalaman Bab I: Pemimpin Teladan Tentara Nasional Indonesia]
Yos Sudarso bercita-cita menjadi seorang tentara sejak kecil, meskipun orangtuanya lebih menginginkan dirinya menjadi seorang guru. Yos Sudarso mewujudkan mimpi tersebut setelah pemerintah Jepang membutuhkan personel militer tambahan untuk mengatasi Perang Asia Timur Raya.
Ia kemudian mengikuti pendidikan di Akademi Angkatan Laut di Semarang dan menjalani pendidikan militer angkatan laut bersama Angkatan Laut Jepang, dari mana ia lulus sebagai salah satu mahasiswa terbaik. Ia kemudian bertugas di salah satu kapal militer Jepang.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, ia bergabung dengan Badan Keamanan Rakyat di sektor maritim (BKR Laut), yang kemudian menjadi bagian dari Angkatan Laut Indonesia.
Selama karirnya, Yos Sudarso terlibat dalam berbagai operasi militer untuk memberantas pemberontakan yang terjadi di wilayah Republik Indonesia. Ia memimpin beberapa Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) seperti KRI Rajawali, KRI Alu, KRI Gajah Mada, KRI Pattimura, dan KRI Macan Tutul. Pada tahun 1958, ia juga bertugas sebagai hakim di sebuah pengadilan militer selama empat bulan.
Pada akhir 1961, Presiden Sukarno memerintahkan pelaksanaan Tri Komando Rakyat (TRIKORA), yang mencakup operasi di Laut Aru dekat Maluku untuk mendukung misi pembebasan Papua Barat dari Belanda. Saat itu, Yos Sudarso menjabat sebagai Deputi Kepala Operasi Angkatan Laut (KSAL). Ada tiga KRI yang terlibat dalam operasi diam-diam di perairan Maluku, yaitu KRI Macan Tutul, KRI Macan Kumbang, dan KRI Harimau. Yos Sudarso memimpin KRI Macan Tutul.
Tiga kapal perang besar dengan persenjataan lengkap milik armada perang Belanda merasakan gerakan Yos Sudarso dan tiga unit KRI yang beroperasi di Laut Aru. Yos Sudarso memerintahkan ketiga KRI untuk sementara mundur, namun Belanda menganggapnya sebagai manuver untuk menyerang dan kemudian membuka tembakan.
Mesin KRI Macan Tutul yang dipimpin oleh Yos Sudarso tiba-tiba rusak di tengah upaya penyelamatan. Pikiran cepatnya menentukan bahwa Yos Sudarso tidak bisa menyelamatkan kapalnya, tetapi ia bisa menyelamatkan dua kapal lain. KRI Macan Tutul yang dipimpinnya kemudian memposisikan diri di antara kapal perang Belanda sebagai perisai sehingga dua KRI lainnya bisa menyelamatkan diri. Tembakan kedua dari kapal Belanda mengenai KRI Macan Tutul, menimbulkan kebakaran, dan perlahan tenggelam.
Yos Sudarso meninggal bersama 24 orang lainnya dalam misi dengan KRI Macan Tutul dalam Pertempuran Laut Aru. Ia mengorbankan nyawanya dalam tugas demi kepentingan negara pada usia muda, yaitu 36 tahun.