Di tengah ketidakpastian dunia terkait pasokan pangan dan ancaman krisis global, upaya untuk memperkuat kedaulatan pangan dari skala lokal menjadi sangat penting. Rio Wibowo, seorang pegiat pertanian alami dari komunitas Loka Tani, menyoroti urgensi reformasi cara kita memandang dan mengelola sumber pangan, dengan menaruh kepercayaan pada kekuatan sistem lokal yang berkelanjutan.
Di kawasan dataran tinggi Sumatera, Loka Tani mengembangkan sistem pertanian organik yang bukan saja menghasilkan pangan sehat tetapi membentuk basis ketahanan pangan rakyat. Menurut Rio, kunci kemandirian pangan terletak pada keberanian masyarakat untuk menanam, mengolah, serta memanfaatkan kekayaan alam di sekitar mereka, tanpa sepenuhnya bergantung pada komoditas impor ataupun pola konsumsi yang seragam secara nasional.
“Ketergantungan pada impor dan satu jenis tanaman rentan menyebabkan guncangan ketika terjadi perubahan global. Ketahanan pangan sejati dibangun dari kreativitas dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan alam lokal. Kami mendorong setiap individu untuk berkontribusi, walau dimulai dari pekarangan sendiri,” ucap Rio.
Potensi ini semakin terasa penting saat melihat betapa Indonesia memiliki ribuan jenis tanaman pangan, namun selama ini ruangnya sering disempitkan akibat fokus besar-besaran pada tanaman monokultur seperti padi dan jagung. Loka Tani memilih pendekatan berbeda: mereka menyesuaikan pola tanam dengan karakter tanah dan iklim lokal. Dengan lebih dari 120 jenis sayuran, buah-buahan, dan umbi-umbian yang dibudidayakan, Loka Tani berhasil meningkatkan variasi pangan sekaligus membuka peluang ekonomi baru di komunitas.
Jenis komoditas yang dipetik silih berganti—seperti wortel, labu kuning, kentang, dan kale—tak hanya menambah keragaman gizi di meja makan, tetapi juga menciptakan stabilitas produksi di tengah fluktuasi harga pasar dan iklim. “Bukan semua lahan cocok untuk padi. Di daerah pegunungan, hasil utama bisa umbi-umbian dan sayur, dan inilah yang seharusnya kita maksimalkan. Monokultur hanya mengundang risiko; diversifikasi membawa ketahanan,” jelas Rio.
Di luar aspek produksi, penguatan petani menjadi fokus utama. Dalam praktik sehari-hari, Loka Tani mengajak petani dan warga lokal berpartisipasi penuh mulai dari pengolahan lahan hingga penjualan hasil panen. Penyuluh dan ahli agronomi lokal secara rutin memberikan pendampingan. Panen kolektif mingguan yang rata-rata mencapai 1.300 hingga 1.700 kilogram, mencerminkan sinergi antara pengetahuan lokal dan teknologi ramah lingkungan.
Sistem distribusi pendek—dengan langsung mengirim produk segar ke konsumen kota-kota terdekat seperti Medan dan Pekanbaru—mengurangi biaya logistik serta meningkatkan pendapatan petani. Petani mendapatkan harga jual yang lebih tinggi, sementara konsumen menikmati pangan yang baru dipanen. “Setiap orang mampu berkontribusi pada ketahanan pangan dengan membeli produk lokal dan mendukung petani di sekitar mereka. Jika kita ingin pangan kita tetap ada, petani harus sejahtera,” tegas Rio.
Pilihan pada pertanian organik tidak semata-mata karena aspek kesehatan, tetapi juga demi menjaga kelestarian tanah dan sumber daya alam. Tanah yang sehat akan terus produktif tanpa harus mengorbankan ekosistem di sekitarnya. Dengan praktik seperti pembuatan kompos alami, rotasi tanaman, dan penggunaan benih lokal, Loka Tani membuktikan bahwa pertanian berkelanjutan menciptakan manfaat jangka panjang bagi pangan dan lingkungan.
Pengalaman komunitas seperti Loka Tani menjadi bukti nyata bahwa memperkuat pangan lokal—dengan memanfaatkan keanekaragaman dan memperkuat petani—adalah jalan efektif melindungi diri dari ancaman krisis global. Menjaga bumi, memperbaiki tanah, mengoptimalkan kehidupan petani, dan memilih produk lokal adalah satu rangkaian perjalanan menuju kedaulatan pangan bangsa.
Sumber: Pangan Lokal Dan Ketahanan Global: Andy Utama Bangun Kemandirian Dari Tanah Organik Arista Montana
Sumber: Pangan Lokal Masa Depan Global: Membangun Kedaulatan Dari Tanah Organik Arista Montana





