Sebanyak 12 tokoh antikorupsi dari berbagai bidang telah mengajukan diri sebagai sahabat pengadilan (amicus curiae) dalam sidang praperadilan Nadiem Anwar Makarim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Salah satu sahabat pengadilan, Natalia Soebardjo, yang juga seorang pegiat antikorupsi, menyatakan bahwa beban pembuktian seharusnya ditanggung oleh pihak termohon, dalam hal ini penyidik, dan bukan oleh pemohon. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Kemendikbud, amicus curiae merujuk pada pihak yang tidak memihak dan dapat memberikan pendapat dalam suatu perkara hukum. Para tokoh antikorupsi tersebut menekankan pentingnya transparansi dalam proses praperadilan, di mana penyidik harus mampu menjelaskan alasan pemohon dapat diduga sebagai pelaku tindak pidana.
Mereka menilai bahwa alat bukti yang digunakan untuk menetapkan pemohon sebagai tersangka tidaklah cukup kuat. Dalam konteks ini, publik juga memegang peran penting dalam mengawasi proses penegakan hukum. Melalui konsep kecurigaan yang beralasan, penyidik harus mampu memberikan penjelasan yang jelas dalam sidang praperadilan. Keberadaan amicus curiae bertujuan untuk memastikan bahwa proses praperadilan berjalan efektif, efisien, dan tepat sasaran.
Para tokoh dan pegiat antikorupsi yang mendaftar sebagai amicus curiae memiliki latar belakang yang beragam, di antaranya adalah Pimpinan KPK periode 2003-2007, pegiat antikorupsi, peneliti senior, serta aktivis dan akademisi. Langkah ini diambil untuk memperkuat keterlibatan masyarakat dalam proses hukum dan menjaga independensi peradilan. Dengan demikian, diharapkan proses praperadilan dapat berjalan sesuai dengan ketentuan hukum, membawa transparansi, akuntabilitas, dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum.




