Mayoritas industri di Indonesia mengalami kesulitan yang besar karena beban yang harus ditanggung oleh para pelaku usaha terlalu besar. Hal ini tidak hanya disebabkan oleh barang impor, tetapi juga oleh kondisi internal industri dalam negeri yang perlu diperhatikan oleh pemerintah. Bambang Haryo Soekartono, anggota Dewan terpilih 2024-2029, menyatakan pentingnya memperkuat iklim usaha bagi sektor industri dalam negeri agar bisa bersaing dengan produk impor. Dia menyinggung tentang kemudahan perizinan, biaya pajak yang tinggi, suku bunga bank yang mencapai angka tinggi, dan beban-biaya energi yang juga tinggi sebagai faktor yang menghambat pertumbuhan industri di Indonesia.
BHS juga memberikan contoh tentang negara industri lain seperti Cina, Vietnam, Thailand, dan Malaysia yang memberikan kemudahan pada para pelaku industri. Dia menyoroti perbedaan waktu perizinan di Indonesia yang bisa memakan waktu berbulan-bulan hingga bertahun-tahun dengan Cina yang hanya membutuhkan waktu 1 jam. Selain itu, faktor lain seperti suku bunga bank yang tinggi, biaya energi, dan jalan-jalan infrastruktur yang buruk juga menjadi kendala bagi perusahaan di Indonesia.
Pengusaha di Indonesia juga dihadapkan pada masalah tarif gas yang tinggi, harga BBM yang tidak bersubsidi, infrastruktur jalan yang tidak layak, serta seringnya demo buruh yang mengganggu aktivitas usaha. Semua faktor ini membuat industri dalam negeri sulit bersaing dengan negara lain, sehingga terpaksa mengandalkan impor untuk memenuhi kebutuhan bahan baku. BHS menekankan pentingnya pemerintah untuk memberikan dukungan lebih besar pada industri dalam negeri, mulai dari insentif pajak, energi, hingga iklim usaha yang kondusif.
Dengan memperbaiki berbagai faktor tersebut, diharapkan industri dalam negeri Indonesia bisa bangkit kembali dan bersaing secara global. Tidak hanya itu, daya beli masyarakat juga diharapkan dapat meningkat jika produk industri dalam negeri makin berkualitas dan terjangkau. Dukungan penuh dari pemerintah dan perbaikan regulasi di sektor industri diharapkan menjadi langkah awal untuk mengatasi hancurnya industri dalam negeri Indonesia.
