Jumat, 3 Mei 2024 – 07:59 WIB
Kabupaten Bekasi – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron mengirim surat kepada Dewan Pengawas (Dewas) KPK terkait pemanggilan dirinya untuk diproses dalam sidang etik terkait dugaan penyalahgunaan wewenang pada Kamis, 2 Mei 2024. Nurul Ghufron meminta maaf karena belum dapat hadir memenuhi undangan Dewas KPK.
“Saya diminta hadir di ruang sidang etik, lantai 6 Gedung KPK sesuai dengan isi surat Dewan Pengawas Nomor 12/Dewas/Etik/Spgl/04/2024, tertanggal 26 April. Saya sampaikan permohonan maaf karena belum dapat menghadiri agenda sidang tersebut,” kata Ghufron seperti dilansir oleh Antara pada Jumat, 3 Mei 2024.
Sementara itu, Ghufron memaparkan alasan mengapa tidak ingin hadir dalam sidang etik yang diselenggarakan oleh Dewas KPK. Menurutnya, ketidakhadirannya bertujuan untuk menegakkan kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan bagi KPK serta Bangsa Indonesia secara umum berdasarkan beberapa dasar hukum, sekaligus meminta penundaan sampai ada putusan pengadilan.
Ghufron menggarisbawahi bahwa berdasarkan Undang-Undang Mahkamah Agung 14/1985 Pasal 2, Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara Tertinggi yang bebas dari pengaruh pemerintah dan pihak lain dalam melaksanakan tugasnya.
Selanjutnya, berdasarkan Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 4 Tahun 2021 Pasal 23, laporan dan temuan terkait dugaan pelanggaran dianggap telah kadaluwarsa dalam waktu satu tahun sejak terjadinya atau diketahuinya dugaan pelanggaran.
Ghufron juga telah mengajukan uji keabsahan sidang atas dua hal, yaitu tindakan pemerintahan faktual yang menerima dan memeriksa perkara yang telah kadaluwarsa, serta sedang diperiksa di Pengadilan Tata Usaha Negara.
Lanjutnya, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 93/PUU-XV/2017 Pasal 55 Undang-Undang MK juga mengabulkan permohonan untuk menunda pemeriksaan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah UU yang dilakukan Mahkamah Agung.
Ghufron menegaskan bahwa sebagai insan KPK dan pejabat pemerintahan, memiliki kewajiban hukum untuk mematuhi peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, penegakan kode etik harus didasarkan pada peraturan dewas, sedangkan penegakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan undang-undang.
Sumber: Viva