Menjelang berakhirnya pemerintahan Jokowi-Ma’ruf, salah satu masalah yang masih mengintai adalah akses masyarakat terhadap air layak pakai dan air minum. Saat ini, persentase akses air minum perpipaan di Indonesia masih rendah, hanya sekitar 20.69% pada tahun 2022.
Menurut Anggota Dewan Pakar DPP Gerindra, Bambang Haryo Soekartono (BHS), peningkatan akses masyarakat terhadap air bersih sangat tergantung pada komitmen pemerintah. Indonesia memiliki jumlah sumber daya air yang cukup besar dan curah hujan yang tinggi, menjadikannya mempunyai potensi yang besar untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Namun, pemanfaatan sumber daya air tersebut belum maksimal.
BHS menegaskan bahwa sungai-sungai di Indonesia masih mengalir meskipun mengalami penurunan debit air, sehingga masih bisa dimanfaatkan sebagai sumber air baku. Pemerintah pusat dan daerah perlu memanfaatkan sungai sebagai sumber air yang lebih efektif.
Selain itu, BHS juga menyampaikan keprihatinannya terkait mahalnya harga air PDAM yang hanya layak pakai dan bukan layak minum. Harga air layak pakai di Indonesia tergolong tinggi, sementara akses air minum yang benar-benar layak diminum masih sulit dijangkau oleh masyarakat. Berdasarkan perbandingan dengan negara-negara lain, BHS menekankan pentingnya akses air bersih yang layak minum untuk semua lapisan masyarakat.
BHS menyoroti perlunya Pemerintah untuk memberdayakan sumber daya air dengan mengendalikan pengelolaan dan harga air. Audit bersama perwakilan masyarakat perlu dilakukan agar keuntungan dari bisnis infrastruktur air tidak merugikan masyarakat. Langkah nyata dan komitmen dari Pemerintah diharapkan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap air bersih yang layak baik untuk digunakan maupun diminum.





